Sunday, July 1, 2018

Surah 114 An-Naas - سورة الناس (Melayu) Ringkasan

0 Comments


Surah 114 An-Naas - سورة الناس (Melayu) Ringkasan


Tafsir Ibnu Katsir; Surah An-Naas (Manusia)
Surat Makkiyyah; surat ke 114: 6 ayat
tulisan arab alquran surat an naas ayat 1-6Katakanlah: “Aku berlidung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.
(An-Naas: 1-6)
Inilah tiga dari sifat-sifat Rabb, yaitu Rububiyyah, Raja, dan Ilahiyyah. Dimana Dia adalah pemelihara segala sesuatu sekaligus sebagai Raja dan Rabb-nya. Dengan demikian, segala sesuatu yang ada ini adalah makhluk ciptaan-Nya, hamba sekaligus abdi-Nya. Oleh karena itu Dia memerintahkan kepada semua yang hendak memohon perlindungan agar berlindung kepada Dzat yang memiliki ketiga sifat di atas, dari kejahatan bisikan syaitan khannas, yaitu syaitan yang ditugaskan untuk menggoda manusia, karena tidak ada seorangpun keturunan Adam melainkan dia memiliki satu teman yang akan senantiasa menjadikan segala perbuatan keji itu indah dipandang dan dia tidak akan mengenal kata lelah dalam menjalankannya. Dan orang yang terlindungi adalah orang yang mendapat perlindungan Allah.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shifatul Qiyaamah, dan Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya, bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidak seorangpun di antara kalian melainkan telah diutus kepadanya pendampingnya.” Para Shahabat bertanya: “Termasuk juga engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya, hanya saja Allah membantuku dalam menyikapinya sehingga ia masuk Islam, karenanya ia tidak menyuruhku kecuali hal yang baik-baik.”
Dan ditegaskan pula dalam kitab ash-Shahihain, dari Anas tentang kisah kunjungan yang dilakukan oleh Shafiyyah kepada Nabi saw. yang ketika itu beliau tengah beri’tikaf. Juga kepergian beliau bersamanya pada malam hari untuk mengantarnya pulang. Kemudian beliau berpapasan dengan dua orang laki-laki dari kaum Anshar. Ketika melihat Nabi saw. keduanya mempercepat jalannya, maka Rasulullah bersabda: “Berjalanlah seperti biasa, karena sesungguhnya dia adalah Shafiyyah binti Huyay.” Kemudian keduanya berkata: “Maha Suci Allah, wahai Rasulallah.” Beliaupun bersabda: “Sesungguhnya syaitan itu mengalir dalam tubuh anak Adam seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir dia akan memasukkan sesuatu ke dalam hati kalian berdua -atau beliau mengatakan: ‘Kejahatan.’”
Imam Ahmad meriwayatkan, Muhammad bin Ja’far memberitahu kami, dari orang yang pernah membonceng Rasulullah saw. dia berkata: “Keledai Nabi pernah terpeleset, lalu kukatakan: ‘Celaka Syaitan’. Maka Nabi saw bersabda: ‘Janganlah engkau mengatakan: ‘Celakalah syaitan’, karena sesungguhnya jika engkau mengucapkannhya, niscaya dia akan bertambah besar dan mengatakan: ‘Dengan kekuatanku aku akan menjatuhkannya.’ Dan jika engkau mengucapkan ‘bismillaah (dengan menyebut nama Allah)’, niscaya dia akan merasa bertambah kecil sehingga ia menjadi seperti lalat.’” Diriwayatkan oleh Imam Ahmad seorang diri, dengan sanad yang jayyid dan kuat. Dan di dalamnya terkandung dalil yang menunjukkan bahwa hati jika berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa bertambah kecil dan kalah. Dan jika ia tidak berdzikir kepada Allah, niscaya syaitan akan merasa bertambah besar dan menang.
Mengenai firman Allah Ta’ala..alwaswaasil khonnaas..”syaitan yang biasa bersembunyi,” Sa’id bin Jubair mengatakan dari Ibnu ‘Abbas: “Yaitu syaitan yang selalu bercokol di dalam hati manusia, dimana jika manusia lengah dan lalai, maka ia akan memberikan bisikan, dan jika manusia berdzikir kepada Allah maka syaitan itu akan bersembunyi.”
Firman Allah Ta’ala… alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas (..yang membisikkan [kejahatan] ke dalam dada manusia). Apakah yang demikian itu khusus pada anak Adam saja sebagaimana yang tampak pada lahiriyahnya, ataukah mencakup anak Adam dan juga Jin? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Di mana mereka semua telah masuk ke dalam lafazh an-naas. Ibnu Jarir mengatakan: “Dan tidak jarang jin laki-laki dipekerjakan oleh manusia. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang aneh jika jin-jin itu disebut dengan sebutan an-naas (manusia)”.
Firman Allah Ta’ala…minal jinnati wan naas…(dari jin dan manusia..). Apakah yang demikian itu sebagai penjelasan bagi firman Allah Ta’ala:…alladzii yuwaswisu fii shuduurin naas (yang membisikkan [kejahatan] ke dalam dada manusia). Kemudian Dia memperjelas mereka, di mana Dia berfirman: “Dari jin dan manusia”. Yang demikian itu memperkuat pendapat kedua.
Ada juga yang berpendapat bahwa firman-Nya: …minal jin nati wan naas..(dari jin dan manusia). Sebagai tafsiran bagi pihak yang selalu memberi bisikan ke dalam dada manusia yang terdiri dari syaitan, manusia dan jin. Sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala:
“Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)” (al-An’am: 112).
Imam Ahmad meriwayatkan, Waki’ memberitahukan kami dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: “Ada seseorang datang kepada Nabi saw. seraya berkata: ‘Wahai Rasulallah, sesungguhnya telah terbersit di dalam diriku sesuatu, dimana jatuh dari langit lebih aku sukai daripada harus membicarakannya.’” Lebih lanjut ia menceritakan: “Lalu Nabi saw. bersabda: ‘Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, segala puji hanya bagi Allah yang telah mengembalikan tipu dayanya kepada godaan.’” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa-i.
Sumber: Al-Qur’anul Kariim;
Tafsir Ibnu Katsir, Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh;
Tafsir Ibnu Katsir
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Zurr, dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab, kukatakan: ‘Wahai Abul Mundzir, sesungguhnya saudaramu, Ibnu Mas’ud pernah berkata begini dan begitu (yakni mengatakan bahwa al-Mu’awidzatain [surah al-Falaq dan an-Naas] bukan bagian dari al-Qur’anul Kariim. Dan hal itu ditentang oleh ijma’ para Shahabat). Lalu dia menjawab: “Sesungguhnya aku pernah bertanya kepada Nabi saw., maka beliau menjawab: ‘Dikatakan kepadaku sehingga aku mengucapkannya.’ Sehingga kamipun mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw.’” diriwayatkan oleh an-Nasa-i. Dan itulah yang populer di kalangan banyak ahli qira-at dan ahli fiqih, yaitu bahwa Ibnu Mas’ud tidak menulis al-Mu’awwidzatain di dalam mush-hafnya, barangkali dia tidak mendengar keduanya dari Nabi saw. dan tidak mutawatir pula padanya. Kemudian barangkali dia beralih dari pendapatnya itu kepada pendapat jama’ah. Sebab, para shahabat telah menegaskan kedua surat tersebut dalam mush-haf-mush-haf para imam dan menyebarluaskannya ke seluruh belahan bumi. Segala puji dan sanjungan hanya milik Allah.
Telah diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahih-nya dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda: a lam tara aayaatin unzilat haadzihil lailata lam yura mitsluhunna qaththu [qul a’uudzu birabbil falaq] wa [qul a’uudzu birabbin naas] (tidakkah engkau melihat beberapa ayat yang telah diturunkan malam ini yang belum pernah ada sama sekali sebelumnya dan serupa dengannya: [qul a’uudzu birabbil falaq] dan [qul a’uudzu birabbin naas]).
Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasa-i. At-Tirmidzi mengatakan: “Hasan shahih.”
Imam Malik meriwayatkan dari ‘Aisyah bahwasannya jika Rasulullah saw. merasa sakit, maka beliau membacakan untuk dirinya al-Mu’awwidzatain dan meniupkan. Dan ketika rasa sakitnya semakin parah, maka aku membacakan kepada beliau al-Mu’awwidzaat, lalu aku mengusapkan tangan beliau padanya dengan mengharapkan berkahnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Yusuf, dan Muslim dari Yahya bin Yahya serta Abu Dawud dari al-Qa’nabi dan an-Nasa-i.

No comments:

Post a Comment

 
back to top