Friday, October 12, 2018

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 31

0 Comments
x
x
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 31 
x


وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
Artinya :
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

Tafsir Ibnu Katsir :
Hal ini merupakan sebutan yang dikemukakan oleh Allah Swt di dalamnya terkandung keutamaan Adam atas malaikat berkat apa yang telah dikhususkan oleh Allah baginya berupa ilmu tentang nama-nama segala sesuatu, sedangkan para malaikat diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
Sesungguhnya bagian ini didahulukan atas bagian tersebut (yang mengandung perintah Allah kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam) karena bagian ini mempunyai ikatan erat dengan ketidaktahuan para malaikat tentang hikmah penciptaan khalifah, yaitu disaat mereka menanyakan hal tersebut. Kemudian Allah Swt memberitahukan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak mereka ketahui. Karena itulah Allah menyebutkan bagian ini sesudah hal tersebut, untuk menjelaskan kepada mereka keutamaan Adam, berkat kelebihan yang dimilikinya diatas mereka berupa ilmu pengetahuan tentang nama-nama segala sesuatu. Untuk itu Allah Swt berfirman “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”

As-Saddi mengatakan dari orang yang menceritakannya dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna “wa ‘allama adamal asma a kullaha”. Bahwa Allah Swt mengajarkan kepada Adam nama-nama semua anaknya seorang demi seorang, dan nama-nama seluruh hewan.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai makna firman-Nya ini. Bahwa yang dimaksud ialah nama-nama yang dikenal manusia, misalnya manusia, hewan, langit, bumi, dataran rendah, laut, kuda, keledai, dan nama-nama makhluk yang serupa lainnya.

Menurut Mujahid, makna ayat ini ialah Allah mengajarkan kepada Adam nama semua hewan, semua jenis burung, dan nama segala sesuatu. Hal yang sama dikatakan pula oleh riwayat dari Sa’id Ibnu Jubair, Qatadah dan kalangan ulama salaf lainnya. Bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama segala sesuatu. Ar-rabi’ dalam salah satu riwayatnya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah nama-nama malaikat. Hamid Asy-Syami mengatakan nama-nama bintang-bintang. Abdur Rahman Ibnu Zaid mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepadanya nama-nama seluruh keturunannya.
Menurut pendapat yang shahih, Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama segala sesuatu, yakni semua zat, sifat dan karakternya, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, hingga nama angin yang keluar dari dubur, yakni nama-nama semua zat dan karakternya dalam bentuk mukabbar dan musaggar.

Firman Allah “faqola ambiuni biasma i ha ula i inkuntum shodiqin”. As-Saddi dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas dan Murrah, dari Ibnu Mas’ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya, “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya”. Kemudian dia mengemukakan makhluk-makhluk itu kepada para malaikat. Menurut Ibnu Juraij, dari Mujahid, setelah itu Allah mengemukakan semua makhluk yang diberi nama-nama itu kepada para malaikat.

Ibnu Jarir mengatakan dari Al-Qasim, dari Al-Husain, dari Al-Hajjaj, dari Jarir Ibnu Hazim dan Mubarak Ibnu Fudalah, dari Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah. Keduanya mengatakan bahwa Allah mengajarkan kepada Adam nama segala sesuatu, dan Allah menyebutkan segala sesuatu dengan namanya masing-masing serta Dia mengemukakannya kepada Adam satu kelompok demi kelompok.

Dengan sanad yang sama dari Al-hasan dan Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya “In kuntum shodiqin”. Disebutkan bahwa sesungguhnya Aku tidak sekali-kali menciptakan makhluk melainkan kalian (para malaikat) lebih mengetahui daripada dia (Adam), maka sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semuanya itu jika memang kalian orang-orang yang benar.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya “In kuntum shodiqin”. Yakni jika kalian memang mengetahui bahwa Aku tidak usah menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.

As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari Ibnu mas’ud dan dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya “In kuntum shodiqin”. Yakni jika kalian memang orang-orang yang benar bahwa Bani Adam suka membuat kerusakan di muka bumi dan gemar mengalirkan darah.

Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang paling utama dalam masalah ini ialah takwil dari Ibnu Abbas dan orang-orang yang sependapat dengannya. Makna hal tersebut ialah, bahwa Allah Swt berfirman “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda yang telah Kukemukakan kepada kalian, hai malaikat yang mengatakan, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? Apakah dari kalangan selain kami atau dari kalangan kami? Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau’, Jika kalian memang orang-orang yang benar dalam pengakuannya. Jika Aku menjadikan khalifah-Ku di muka bumi dari kalangan selain kalian, niscaya dia durhaka kepada-Ku, begitu pula keturunannya, lalu mereka membuat kerusakan dan mengalirkan darah. Tetapi jika Aku menjadikan khalifah di muka bumi dari kalangan kalian, niscaya kalian taat kepada-Ku dan mengikuti semua perintah-Ku dengan mengagungkan dan menyucikan-Ku. Apabila kalian tidak mengetahui nama-nama mereka yang Kuketengahkan kepada kalian dan kalian saksikan sendiri, berarti terhadap semua hal yang belum ada dari hal-hal yang akan ada, hanya belum diwujudkan, kalian lebih tidak mengetahui lagi”.
x

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 30

0 Comments
x

Surah Al-Baqarah - سورة البقرة

[2:30] - Ini adalah sebahagian dari keseluruhan surah. [Papar keseluruhan surah]


2_30
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat; "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi". Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): "Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal kami sentiasa bertasbih dengan memujiMu dan mensucikanMu?". Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya".
(Al-Baqarah 2:30) | <Embed> | English Translation | Tambah Nota Bookmark | Muka Surat 6 - ٦

x
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 30 
x


Al-Baqarah ayat 30

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30) }
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'" Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.”
Allah Swt. menceritakan perihal anugerah-Nya kepada Bani Adam, yaitu sebagai makhluk yang mulia; mereka disebutkan di kalangan makhluk yang tertinggi —yaitu para malaikat— sebelum mereka diciptakan. Untuk itu, Allah Swt. berfirman:Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat. (Al-Baqarah: 30)
Makna yang dimaksud ialah 'hai Muhammad, ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, dan ceritakanlah hal ini kepada kaummu'.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari salah seorang ahli bahasa Arab —yaitu Abu Ubaidah— bahwa lafaz iz dalam ayat ini merupakan huruf zaidah (tambahan), dan bentuk lengkap kalimat ialah wa qala rabbuka tanpa memakai iz.
Pendapat tersebut dibantah oleh Ibnu Jarir. Menurut Al-Qurtubi, semua ahli tafsir pun membantahnya. Hingga Az-Zujaj mengatakan bahwa pendapat tersebut merupakan suatu tindakan kurang ajar dari Abu Ubaidah.
{إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً}
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (Al-Baqarah: 30)
Yakni suatu kaum yang sebagiannya menggantikan sebagian yang lain silih berganti, abad demi abad, dan generasi demi generasi, sebagaimana pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
{وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ
Dan Dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi. (Al-An'am: 165)
{وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ}
dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi. (An-Naml: 62)
{وَلَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَا مِنْكُمْ مَلائِكَةً فِي الأرْضِ يَخْلُفُونَ}
Dan kalau Kami kehendaki benar-benar Kami jadikan sebagai ganti kalian di muka bumi malaikat-malaikat yang turun-temurun. (Az-Zukhruf: 60)
{فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ}
Maka datanglah sesudah mereka generasi lain. (Al-A'raf: 169)
Menurut qiraah yang syaz dibaca inni ja'ilun fil ardi khalifah (sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah-khalifah di muka bumi). Demikianlah diriwayatkan oleh Zamakhsyari dan lain-lainnya.
Al-Qurtubi menukil dari Zaid ibnu Ali, yang dimaksud dengan khalifah dalam ayat ini bukanlah Nabi Adam a.s. saja seperti yang dikatakan oleh sejumlah ahli tafsir. Al-Qurtubi menisbatkan pendapat ini kepada Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, dan semua ahli takwil. Akan tetapi, apa yang dikatakan oleh Al-Qurtubi ini masih perlu dipertimbangkan. Bahkan perselisihan dalam masalah ini banyak, menurut riwayat Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, juga oleh yang lainnya.
Pengertian lahiriah Nabi Adam a.s. saat itu masih belum kelihatan di alam wujud. Karena jikalau sudah ada, berarti ucapan para malaikat yang disitir oleh firman-Nya dinilai kurang sesuai, yaitu: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? (Al-Baqarah: 30)
Karena sesungguhnya mereka (para malaikat) bermaksud bahwa di antara jenis makhluk ini ada orang-orang yang melakukan hal tersebut, seakan-akan mereka mengetahui hal tersebut melalui ilmu yang khusus, atau melalui apa yang mereka pahami dari watak manusia. Karena Allah Swt. memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan jenis makhluk ini dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam. Atau mereka berpemahaman bahwa yang dimaksud dengan khalifah ialah orang yang melerai persengketaan di antara manusia, yaitu memutuskan hukum terhadap apa yang terjadi di kalangan mereka menyangkut perkara-perkara penganiayaan, dan melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan serta dosa-dosa. Demikianlah menurut Al-Qurtubi. Atau para malaikat mengkiaskan manusia dengan makhluk sebelumnya, sebagaimana yang akan kami kemukakan dalam berbagai pendapat ulama tafsir.
Ucapan para malaikat ini bukan dimaksudkan menentang atau memprotes Allah, bukan pula karena dorongan dengki terhadap manusia, sebagaimana yang diduga oleh sebagian ulama tafsir. Sesungguhnya Allah Swt. menyifati para malaikat; mereka tidak pernah mendahului firman Allah Swt., yakni tidak pernah menanyakan sesuatu kepada-Nya yang tidak diizinkan bagi mereka mengemukakannya.
Dalam ayat ini (dinyatakan bahwa) ketika Allah memberitahukan kepada mereka bahwa Dia akan menciptakan di bumi suatu makhluk —menurut Qatadah—, para malaikat telah mengetahui sebelumnya bahwa makhluk-makhluk tersebut gemar menimbulkan kerusakan padanya (di bumi). Maka mereka mengatakan: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? (Al-Baqarah: 30)
Sesungguhnya kalimat ini merupakan pertanyaan meminta informasi dan pengetahuan tentang hikmah yang terkandung di dalam penciptaan itu. Mereka mengatakan, "Wahai Tuhan kami, apakah hikmah yang terkandung dalam penciptaan mereka, padahal di antara mereka ada orang-orang yang suka membuat kerusakan di muka bumi dan mengalirkan darah? Jikalau yang dimaksudkan agar Engkau disembah, maka kami selalu bertasbih memuji dan menyucikan Engkau," yakni kami selalu beribadah kepada-Mu, sebagaimana yang akan disebutkan nanti. Dengan kata lain (seakan-akan para malaikat mengatakan), "Kami tidak pernah melakukan sesuatu pun dari hal itu (kerusakan dan mengalirkan darah), maka mengapa Engkau tidak cukup hanya dengan kami para malaikat saja?"
Allah Swt. berfirman menjawab pertanyaan tersebut:
{إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30)
Dengan kata lain, seakan-akan Allah bermaksud bahwa sesungguhnya Aku mengetahui hal-hal yang tidak kalian ketahui menyangkut kemaslahatan yang jauh lebih kuat dalam penciptaan jenis makhluk ini daripada kerusakan-kerusakan yang kalian sebut itu. Karena sesungguhnya Aku akan menjadikan dari kalangan mereka nabi-nabi dan rasul-rasul; di antara mereka ada para siddiqin, para syuhada, orang-orang saleh, ahli ibadah, ahli zuhud, para wali, orang-orang bertakwa, para muqarrabin, para ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang yang khusyuk, dan orang-orang yang cinta kepada Allah Swt. lagi mengikuti jejak rasul-rasul-Nya.
Ditetapkan di dalam hadis sahih bahwa para malaikat itu apabila naik (ke langit) menghadap kepada Tuhan mereka seraya membawa amal-amal hamba-hamba-Nya, maka Allah Swt. bertanya kepada mereka (sekalipun Dia lebih mengetahui), "Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?" Mereka (para malaikat) menjawab, "Kami datangi mereka dalam keadaan sedang salat, dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang salat."
Demikian itu karena mereka datang kepada kita secara silih berganti, dan mereka berkumpul dalam salat Subuh dan salat Asar. Malaikat yang datang tinggal bersama kita, sedangkan malaikat yang telah menunaikan tugasnya naik meninggalkan kita seraya membawa amal-amal kita, sebagaimana yang disebutkan oleh sabda Nabi Saw.:
"يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ النَّهَارِ، وَعَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ اللَّيْلِ"
Dilaporkan kepada-Nya amal perbuatan malam hari sebelum siang hari, dan amal siang hari sebelum malam hari.
Ucapan para malaikat yang mengatakan, "Kami datangi mereka sedang dalam keadaan salat, dan kami tinggalkan mereka sedang dalam keadaan salat," merupakan tafsir dari firman-Nya kepada mereka (para malaikat): Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30)
Menurut pendapat lain, firman-Nya ini merupakan jawaban kepada mereka, yang artinya, "Sesungguhnya Aku mempunyai hikmah terinci mengenai penciptaan makhluk ini, sedangkan keadaan yang kalian sebut itu sebenarnya kalian tidak mengetahuinya."
Menurut pendapat lainnya, firman Allah Swt ini merupakan jawaban ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya: padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Lalu Allah Swt. berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30) Maksudnya, keberadaan iblis di antara kalian dan keadaan penciptaan ini tidaklah sebagaimana yang kalian gambarkan itu.
Menurut pendapat yang lain, bahkan ucapan para malaikat tersebut disitir oleh firman-Nya: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Ayat ini mengandung makna permintaan mereka kepada Allah untuk menghuni bumi sebagai ganti dari Bani Adam, lalu Allah Swt. berfirman kepada mereka: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30) Artinya, keberadaan kalian pada tempatnya lebih maslahat dan lebih layak bagi kalian. Demikian yang disebut oleh Ar-Razi dalam salah satu jawabannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnul Hasan, telah menceritakan kepadaku Al-Hajjaj, dari Jarir ibnu Hazim dan Mubarak, dari Al-Hasan dan Abu Bakar, dari Al-Hasan dan Qatadah. Semua menceritakan bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan khalifah di muka bumi." Firman Allah yang menyatakan bahwa 'Dia akan melakukan hal tersebut' artinya 'Dia memberitahukan hal tersebut kepada mereka'.
As-Saddi mengatakan, Allah bermusyawarah dengan para malaikat tentang penciptaan Adam. Demikian diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. As-Saddi mengatakan bahwa hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Qatadah. Ungkapan ini mengandung sikap gegabah jika tidak dikembalikan kepada pengertian pemberitahuan. Ungkapan Al-Hasan serta Qatadah dalam riwayat Ibnu Jarir merupakan ungkapan yang lebih baik.
Sehubungan dengan makna firman-Nya, "Fil ardi," Ibnu Abu Hatim meriwayatkan: 
حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا عَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "دُحِيت الْأَرْضُ مِنْ مَكَّةَ، وَأَوَّلُ مَنْ طَافَ بِالْبَيْتِ الْمَلَائِكَةُ، فَقَالَ اللَّهُ: إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً، يَعْنِي مَكَّةَ"
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Ata ibnus Sa'ib, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Bumi dihamparkan mulai dari Mekah, dan yang mula-mula melakukan tawaf di Baitullah adalah para malaikai, lalu Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi," yakni Mekah.
Hadis ini berpredikat mursal, sedangkan di dalam sanadnya terdapat kelemahan, dan di dalam hadis ini terdapat madraj(kalimat yang dari luar hadis), yaitu makna yang dimaksud dengan bumi adalah Mekah. Karena sesungguhnya menurut pengertian lahiriah, yang dimaksud dengan bumi lebih umum daripada hal itu (Mekah).
Firman Allah, "Khalifah," menurut As-Saddi di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat, disebutkan bahwa Allah Swt berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka bertanya, "Wahai Tuhan kami, siapakah khalifah tersebut?" Allah berfirman, "Kelak dia mempunyai keturunan yang suka membuat kerusakan di muka bumi, saling mendengki, dan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa takwil ayat ini seperti berikut, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah dari-Ku yang berkedudukan menggantikan diri-Ku dalam memutuskan hukum secara adil di kalangan makhluk-Ku." Sesungguhnya khalifah itu adalah Adam dan orang-orang yang menempati kedudukannya dalam ketaatan kepada Allah dan memutuskan hukum dengan adil di kalangan makhluk-Nya. Mereka yang suka menimbulkan kerusakan dan mengalirkan darah tanpa alasan yang dibenarkan, hal itu bukan berasal dari khalifah-khalifah-Nya.
Ibnu Jarir mengatakan, sesungguhnya makna khilafah yang disebut oleh Allah Swt. tiada lain khilafah satu generasi dari mereka atas generasi yang lainnya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa khalifah fi'liyyah diambil dari perkataan khalafa fulanun fulanan fi hazal amri; dikatakan demikian apabila Fulan pertama menggantikan Fulan yang kedua dalam hal itu sesudahnya. Pengertiannya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
{ثُمَّ جَعَلْنَاكُمْ خَلائِفَ فِي الأرْضِ مِنْ بَعْدِهِمْ لِنَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ}
Kemudian Kami jadikan kalian pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kalian berbuat. (Yunus: 14)
Termasuk ke dalam pengertian ini dikatakan kepada sultan yang terbesar sebagai khalifah, karena dia berkedudukan menggantikan sultan yang sebelumnya dalam menjabat urusan-urusannya, maka dikatakanlah dia sebagai penggantinya. 
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (Al-Baqarah: 30) Yang dimaksud ialah sebagai penghuni dan pembangunnya. Dengan kata lain, yang akan membangun bumi dan menghuninya adalah makhluk selain kalian (para malaikat).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Sesungguhnya yang pertama kali menghuni bumi adalah makhluk jin. Lalu mereka menimbulkan kerusakan di atas bumi dan mengalirkan banyak darah serta sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain." Ibnu Abbas melanjutkan perkataannya, "Setelah itu Allah mengirimkan Iblis untuk memerangi mereka. Akhirnya iblis bersama para malaikat memerangi jin, hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau yang ada di berbagai laut dan sampai ke puncak-puncak gunung. Setelah itu Allah menciptakan Adam, lalu menempatkannya di bumi. Untuk itu Allah Swt berfirman: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi' (Al-Baqarah: 30)."
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Ata ibnus Sa'ib, dari Ibnu Sabit sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. (Al-Baqarah: 30) Yang dimaksud oleh para malaikat adalah Bani Adam (manusia).
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menciptakan di muka bumi makhluk (manusia) dan Aku akan menjadikan seorang khalifah padanya," sedangkan saat itu Allah Swt. tidak memiliki makhluk selain malaikat dan bumi yang masih belum ada makhluknya. Maka para malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan?"
Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan sebuah riwayat yang diketengahkan oleh As-Saddi melalui Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, serta sejumlah sahabat; ketika Allah Swt. memberitahukan kepada para malaikat tentang apa saja yang akan dilakukan oleh keturunan Adam, maka malaikat mengatakan hal tersebut.
Dalam keterangan yang lalu disebutkan pula sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, bahwa jin menimbulkan kerusakan di muka bumi sebelum Adam, maka para malaikat mengatakan hal tersebut; mereka mengkiaskan manusia dengan jin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Ta-nafisi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Bukair ibnul Akhnas, dari Mujahid, dari Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa pada mulanya Jin Banul Jan adalah penghuni bumi sebelum Adam diciptakan dalam tenggang masa dua ribu tahun. Lalu jin menimbulkan kerusakan di bumi dan mengalirkan darah. Maka Allah mengirimkan bala tentara dari kalangan para malaikat. Lalu para malaikat memukul (memerangi) mereka hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau di berbagai lautan. Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? (Al-Baqarah: 30) Lalu Allah berfirman menjawab mereka: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30)
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Razi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (Al-Baqarah: 30) sampai dengan firman-Nya: dan Aku mengetahui apa yang kalian lahirkan dan apa yang kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 33) Bahwa Allah menciptakan malaikat pada hari Rabu, menciptakan jin pada hari Kamis, dan menciptakan Adam pada hari Jumat. Ternyata suatu kaum dari makhluk jin itu kafir, lalu para malaikat turun ke bumi memerangi mereka karena mereka membangkang yang sebelumnya diawali dengan kerusakan di muka bumi. Karena itulah para malaikat berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya, seperti kerusakan yang dilakukan oleh makhluk jin. dan mengalirkan darah seperti yang dilakukan oleh mereka?'*
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Mubarak ibnu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, bahwa Allah Swt. berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi," yakni Allah berfirman kepada mereka, "Sesungguhnya Aku hendak melakukannya." Mereka beriman kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengajarkan kepada mereka suatu ilmu dan menyembunyikan ilmu yang lain dari mereka yang hanya diketahui-Nya, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. Lalu mereka mengatakan atas dasar ilmu yang mereka ketahui, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Lalu Allah menjawab melalui firman-Nya, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui."
Al-Hasan mengatakan, dahulu makhluk jin menimbulkan kerusakan di muka bumi dan gemar mengalirkan darah. Akan tetapi, Allah menjadikan dalam hati mereka (para malaikat) bahwa hal tersebut akan terjadi, lalu mereka mengucapkan kata-kata yang diajarkan-Nya kepada mereka itu.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya. (Al-Baqarah: 30) Pada mulanya Allah memberitahukan kepada para malaikat, "Apabila di muka bumi terdapat makhluk, niscaya makhluk itu akan menimbulkan kerusakan padanya dan suka mengalirkan darah." Oleh sebab itu mereka mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya?"
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari orang yang dikenal (yakni Ibnu Kharbuz Al-Makki), dari seseorang yang pernah mendengar Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali mengatakan hal berikut: As-Sijl adalah malaikat, teman-temannya antara lain Harut dan Marut, sedangkan As-Sijl setiap harinya mempunyai kesempatan melihat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz) sebanyak tiga kali. Kemudian ia melihat sesuatu yang belum pernah ia lihat sebelumnya, maka ia memandangnya dan ternyata di dalamnya terdapat perihal penciptaan Adam dan semua perkara yang berkaitan dengannya. Lalu As-Sijl membisikkan hal tersebut kepada Harut dan Marut yang merupakan pembantu As-Sijl. Ketika Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka mengatakan, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Keduanya mengatakan hal tersebut dengan maksud ingin melebihi para malaikat lainnya.
Asar ini garib (aneh), seandainya asar ini memang benar dari Abu Ja'far Muhammad ibnu Ali Ibnul Husain Al-Baqir, maka dia menukilnya dari kalangan ahli kitab; di dalam kisah ini terkandung kemungkaran yang mengakibatkan asar ini ditolak. Kesimpulan riwayat ini menyatakan bahwa malaikat yang mengatakan hal tersebut hanya dua malaikat saja, padahal pengertian ini bertentangan dengan konteksnya.
Hal yang lebih aneh lagi ialah asar yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim yang menyatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Abu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Yahya ibnu Abu Kasir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengatakan bahwa para malaikat yang mengatakan seperti apa yang disebut dalam ayat berikut, yaitu firman-Nya: Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Jumlah mereka semuanya ada sepuluh ribu malaikat, kemudian keluarlah api dari sisi Allah dan membakar mereka. Kisah ini pun merupakan kisah Israiliat yang mungkar, sama dengan kisah sebelumnya.
Ibnu Juraij mengatakan, sesungguhnya mereka (para malaikat) hanya mengatakan apa-apa yang telah diajarkan oleh Allah kepada mereka, yaitu bahwa hal tersebut akan terjadi sejak penciptaan Adam, lalu mereka berkata, "Mengapa Engkau menjadikan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?"
Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya para malaikat mengatakan, "Mengapa Engkau menjadikan khalifah di muka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Karena Allah telah mengizinkan mereka menanyakan hal tersebut sesudah Allah memberitahukan kepada mereka bahwa hal itu akan terjadi di kalangan Bani Adam. Lalu para malaikat bertanya kepada Allah Swt. dengan ungkapan yang mengandung pengertian aneh terhadap hal tersebut, "Mengapa mereka berbuat durhaka terhadap-Mu, wahai Tuhan, padahal Engkaulah Yang menciptakan mereka?" Maka Allah menjawab mereka melalui firman-Nya: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Al-Baqarah: 30) Dengan kata lain, hal tersebut pasti terjadi di kalangan mereka, sekalipun kalian tidak diberi tahu mengenainya; dan sebagian dari apa yang kalian kemukakan kepada-Ku menunjukkan rasa taat kalian kepada-Ku.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa sebagian ulama mengatakan hal tersebut diajukan oleh para malaikat untuk meminta petunjuk tentang hal-hal yang tidak mereka ketahui mengenai hal itu. Seakan-akan mereka-mengatakan, "Wahai Tuhan, ceritakanlah kepada kami," sebagai ungkapan meminta penjelasan, bukan sebagai ungkapan protes. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna fir-man-Nya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (Al-Baqarah: 30) Bahwa para malaikat meminta pendapat tentang penciptaan Adam. Untuk itu mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di muka bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?" Mereka mengatakan demikian karena mengetahui bahwa tiada suatu perbuatan pun yang lebih dibenci oleh Allah selain dari mengalirkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi. Lalu para malaikat berkata pula, "Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau." Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." Termasuk di antara hal yang hanya ada dalam pengetahuan Allah Swt. ialah bahwa di antara khalifah tersebut terdapat para nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para penghuni surga.
Sa'id ibnu Qatadah mengatakan, telah sampai kepada kami, dari Ibnu Abbas r.a., bahwa dia pernah berkata, "Sesungguhnya ketika Allah Swt. hendak menciptakan Adam a.s., para malaikat berkata, 'Allah tidak akan menciptakan makhluk yang lebih mulia dan lebih alim di sisi-Nya daripada kami.' Maka mereka diuji dengan penciptaan Adam." Setiap makhluk mendapat ujian, seperti langit dan bumi menerima ujian untuk taat kepada Allah Swt., sebagaimana yang dinyatakan di dalam firman-Nya; 
{اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ}
Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa! Keduanya menjawab, "Kami datang dengan suka hati." (Fushshila:t 11)
***************
Firman Allah Swt.:
{وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ}
Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30)
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah yang mengatakan bahwa tasbih dan taqdis artinya salat.
As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan firman-Nya: Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Menurut mereka, makna yang dimaksud ialah para malaikat berkata, "Kami senantiasa salat kepada-Mu."
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa kami senantiasa mengagungkan dan membesarkan Engkau. Sedangkan menurut Ad-Dahhak, makna taqdis ialah menyucikan. Menurut Muhammad ibnu Ishaq, makna firman-Nya: Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Kami tidak pernah berbuat maksiat terhadap-Mu dan kami tidak pernah melakukan sesuatu yang tidak Engkau sukai.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna taqdis ialah mengagungkan dan menyucikan. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah lafaz subbuhun quddusun; dimaksudkan dengan ucapan mereka subbuhun artinya memahasucikan Allah, dan arti quddusun ialah menyucikan dan mengagungkan Allah. Hal yang sama dikatakan pula terhadap tanah seperti Tanah Suci, yang dimaksud ialah tanah yang disucikan. Dengan demikian, berarti makna firman-Nya: Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau. (Al-Baqarah: 30) Kami senantiasa menyucikan Engkau dan membersihkan Engkau dari hal-hal yang dinisbatkan oleh orang-orang kafir kepada-Mu. Dan makna firman-Nya: dan menyucikan Engkau. (Al-Baqarah: 30) Kami nisbatkan Engkau kepada suatu hal dari sifat-sifat-Mu, yaitu suci dari semua hal yang kotor dan suci dari segala sesuatu yang disandarkan oleh orang-orang kafir kepada Engkau.
Di dalam sebuah hadis sahih Muslim disebutkan dari Abu Zar r.a. bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai kalam (zikir) yang paling utama. Maka beliau menjawab:
"مَا اصْطَفَى اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ"
Zikir yang dipilih oleh Allah buat para malaikat-Nya yaitu Subhanallah wa bihamdihi (Mahasuci Allah dengan segala puji-Nya).
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah Saw. di malam beliau di-isra-kan mendengar suara tasbih di langit yang tertinggi mengatakan:
"سُبْحَانَ الْعَلِيِّ الْأَعْلَى سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى"
Subhanal 'aliyyil A’la subhanahu wa ta'ala (Mahasuci Tuhan Yang Maha Tinggi atas segalanya, Mahasuci Dia dan Maha Tinggi).
**********
Firman Allah Swt.:
{قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ}
Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." (Al-Baqarah: 30)
Qatadah mengatakan, tersebut di dalam ilmu Allah bahwa kelak di kalangan khalifah tersebut terdapat para nabi, para rasul, kaum yang saleh, dan para penghuni surga. Dalam pembahasan berikut akan disebutkan berbagai pendapat dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, serta sejumlah sahabat dan tabi'in mengenai hikmah yang terkandung di dalam firman-Nya: Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." (Al-Baqarah: 30)
Al-Qurtubi dan lain-lainnya menyimpulkan dalil ayat ini, wajib mengangkat seorang khalifah untuk memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara manusia, memutuskan persengketaan mereka, menolong orang-orang yang teraniaya dari perlakuan sewenang-wenang orang-orang yang zalim dari kalangan mereka, menegakkan hukuman-hukuman had, dan memperingatkan mereka dari perbuatan-perbuatan keji serta hal-hal lainnya yang penting dan tidak dapat ditegakkan kecuali dengan adanya seorang imam, mengingat suatu hal yang merupakan kesempurnaan bagi perkara yang wajib hukumnya wajib pula. Pengangkatan imam dapat dilakukan melalui nas seperti yang dikatakan oleh golongan ahli sunnah sehubungan dengan pengangkatan sahabat Abu Bakar r.a. Atau dengan penunjukan seperti yang dikatakan oleh golongan lain dari kalangan ahli sunnah. Atau dengan pengangkatan oleh khalifah yang mendahuluinya, seperti yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar As-Siddiq terhadap sahabat Umar ibnul Khattab. Atau pengangkatannya diserahkan kepada permusyawaratan sejumlah orang-orang yang saleh, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar. Atau dengan kesepakatan ahlul hilli wal 'aqdi yang sepakat mem-bai’at-nya.
Atau melalui pem-bai’at-an yang dilakukan oleh salah seorang dari ahlul hilli wal 'aqdi terhadap seseorang yang di-bai'at-nya. Bila terjadi hal ini, maka menurut jumhur ulama wajib ditetapkan. Imam Haramain meriwayatkan adanya kesepakatan ulama terhadap hal ini.
Atau orang yang terkuat di kalangan orang-orang banyak mengangkat dirinya secara paksa untuk ditaati, maka khilafah wajib diberikan kepadanya untuk menghindari perpecahan dan perselisihan. Pendapat ini telah dinaskan oleh Imam Syafii.
Apakah wajib mempersaksikan pengangkatan imam? Hal ini masih diperselisihkan. Di antara ulama ada yang mengatakan tidak disyaratkan adanya kesaksian, sedangkan pendapat yang lainnya mengatakan kesaksian merupakan syarat pengangkatan; hal ini cukup dilakukan oleh dua orang saksi.
Al-Jiba'i mengatakan bahwa saksi harus dilakukan oleh empat orang selain dari orang yang mengangkat dan orang yang diangkatnya, seperti yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar r.a. Dia menyerahkan pengangkatan khalifah kepada permusyawaratan di antara enam orang. Yang terpilih menjadi pengangkat ialah sahabat Abdur Rahman ibnu Auf, dan yang diangkatnya ialah sahabat Usman, sedangkan hukum wajib saksi empat orang disimpulkan dari empat orang dari sisanya. Akan tetapi, pendapat ini masih perlu dipertimbangkan.
Seorang khalifah wajib laki-laki, merdeka, balig, berakal, muslim, adil, mujtahid, dapat melihat, semua anggota tubuhnya sehat, berpengalaman dalam masalah pertempuran dan memiliki pendapat; dan dari kalangan Quraisy menurut pendapat yang sahih. Dalam hal ini tidak disyaratkan harus seorang Hasyimi, tidak pula orang yang terpelihara dari kekeliruan; berbeda dengan pendapat kaum militan dari golongan Rafidah.
Seandainya imam berbuat fasik, apakah harus dipecat atau tidak? Masalah ini masih diperselisihkan. Tetapi menurut pendapat yang sahih, ia tidak dipecat karena berdasarkan sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
"إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ"
Terkecuali jika kalian melihat kekufuran yang terang-terangan (dilakukannya) terhadap Allah di antara kalian, sedangkan hal itu ada buktinya.
Apakah seorang imam boleh mengundurkan diri? Masalah ini masih diperselisihkan. Al-Hasan ibnu Ali r.a. mengundurkan diri dan menyerahkan jabatannya kepada Mu'awiyah. Akan tetapi, apa yang dilakukannya itu mempunyai uzur (alasan)nya tersendiri, ternyata sikapnya itu terpuji.
Pengangkatan dua orang imam dalam satu negeri atau lebih dari dua orang hukumnya tidak boleh karena ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
"مَنْ جَاءَكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ يُرِيدُ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَكُمْ فَاقْتُلُوهُ كَائِنًا مَنْ كَانَ"
Barang siapa datang kepada kalian, sedangkan perkara kalian telah bersatu, dia bermaksud memecah belah di antara kalian, maka bunuhlah dia oleh kalian di mana pun ia berada.
Demikianlah pendapat jumhur ulama, dan menurut suatu riwayat yang bukan hanya diketengahkan oleh satu orang disebutkan adanya kesepakatan mengenai hal ini; di antara mereka yang meriwayatkannya adalah Imam Haramain.
Mazhab Karamiyah mengatakan, diperbolehkan mengangkat dua orang imam, bahkan lebih, seperti yang terjadi pada Ali dan Mu'awiyah yang keduanya merupakan imam yang harus ditaati. Mereka mengatakan, apabila diperbolehkan mengutus dua orang nabi dalam waktu yang sama dan bahkan lebih dari dua orang, hal ini pun diperbolehkan dalam imamah, karena kenabian lebih tinggi kedudukannya daripada imamah tanpa ada yang memperselisihkan.
Imam Haramain meriwayatkan dari Abu Ishaq, diperbolehkan mengangkat dua orang imam atau lebih apabila letak wilayahnya berjauhan, sedangkan daerah-daerah di antara keduanya cukup luas. Akan tetapi, Imam Haramain bersikap ragu dalam hal ini. Menurut kami, pendapat ini mirip dengan keadaan para Khalifah Bani Abbas di Irak, Khalifah Fatimiyyah di Mesir, serta Khalifah Umawiyah di Magrib. Kami akan membahas seluruh masalah ini di tempat yang lain, yaitu bagian dari Kitabul Ahkam, insya Allah.
x

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 29

0 Comments
x
x
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 29 
x
Al-Baqarah ayat 29

{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (29) }
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Setelah Allah Swt. menyebutkan bukti keberadaan dan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya melalui apa yang mereka saksikan sendiri pada diri mereka, lalu Dia menyebutkan bukti lain melalui apa yang mereka saksikan, yaitu penciptaan langit dan bumi. Untuk itu Allah Swt. berfirman, "Dialah Allah, yang menciptakan semua yang ada di bumi untuk kalian, dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit" (Al-Baqarah: 29).
Istawa ilas sama, berkehendak atau bertujuan ke langit. Makna lafaz ini mengandung pengertian kedua lafaz tersebut, yakni berkehendak dan bertujuan, karena ia di-muta'addi-kan dengan memakai huruf ila. Fasawahunna, lalu Dia menciptakan langit tujuh lapis. Lafaz as-sama dalam ayat ini merupakan isim jinis, karena itu disebutkan sab'a samawat.
Wahuwa bi kulli syai-in 'alim, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, yakni pengetahuan-Nya meliputi semua makhluk yang telah Dia ciptakan. Pengertiannya sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
{أَلا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ}
Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kalian lahirkan dan yang kalian rahasiakan?) (Al-Mulk: 14)
Rincian makna ayat ini diterangkan di dalam surat ha mim sajdah, yaitu melalui firman-Nya:
{قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ * وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ * ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ * فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Katakanlah, "Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam." Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia. memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan Langit itu masih merupakan asap, lalu dia berkata kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa" Keduanya menjawab, "Kami datang dengan suka hati." Maka Dia menjadikan tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 9-12)
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Allah Swt. memulai ciptaan-Nya dengan menciptakan bumi, kemudian menciptakan tujuh lapis langit. Memang demikianlah cara membangun sesuatu, yaitu dimulai dari bagian bawah, setelah itu baru bagian atasnya. Para ulama tafsir menjelaskan hal ini, keterangannya akan kami kemukakan sesudah ini, insya Allah. Adapun mengenai firman-Nya:
{أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا * رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا * وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا * وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا * أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا}
Apakah kalian yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah dihamparkan-Nya, Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenangan kalian dan untuk binatang-binatang ternak kalian. (An-Nazi'at: 27-33)
Maka sesungguhnya huruf summa dalam ayat ini (Al-Baqarah: 29) hanya untuk menunjukkan makna 'ataf khabar kepada khabar, bukan 'ataf fi' il kepada fi'il yang lain. Perihalnya sama dengan perkataan seorang penyair:
قُلْ لِمَنْ سَادَ ثُمَّ سَادَ أَبُوهُ ... ثُمَّ قَدْ سَادَ قَبْلَ ذَلِكَ جَدُّهُ
Katakanlah kepada orang yang berkuasa, dan telah berkuasa ayahnya, serta telah berkuasa pula kakeknya sebelum itu.
Menurut suatu pendapat, ad-daha (penghamparan) bumi dilakukan sesudah penciptaan langit dan bumi. Demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas.
As-Saddi telah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, serta dari sejumlah sahabat sehubungan dengan makna firman-Nya: Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Baqarah: 29) Disebutkan bahwa 'Arasy Allah Swt berada di atas air, ketika itu Allah Swt. belum menciptakan sesuatu pun selain dari air tersebut. Ketika Allah berkehendak menciptakan makhluk, maka Dia mengeluarkan asap dari air tersebut, lalu asap (gas) tersebut membumbung di atas air hingga letaknya berada di atas air, dinamakanlah sama (langit). Kemudian air dikeringkan, lalu Dia menjadikannya bumi yang menyatu. Setelah itu bumi dipisahkan-Nya dan dijadikan-Nya tujuh lapis dalam dua hari, yaitu hari Ahad dan Senin. Allah menciptakan bumi di atas ikan besar, dan ikan besar inilah yang disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an melalui firman-Nya:
 {ن وَالْقَلَمِ }
Nun, demi qalam. (Al-Qalam: 1)
Sedangkan ikan besar (nun) berada di dalam air. Air berada di atas permukaan batu yang licin, sedangkan batu yang licin berada di atas punggung malaikat. Malaikat berada di atas batu besar, dan batu besar berada di atas angin. Batu besar inilah yang disebut oleh Luqman bahwa ia bukan berada di langit, bukan pula di bumi.
Kemudian ikan besar itu bergerak, maka terjadilah gempa di bumi, lalu Allah memancangkan gunung-gunung di atasnya hingga bumi menjadi tenang; gunung-gunung itu berdiri dengan kokohnya di atas bumi. Hal inilah yang dinyatakan di dalam firman Allah Swt.: Dan telah kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) guncang bersama mereka. (Al-Anbiya: 31)
Allah menciptakan gunung di bumi dan makanan untuk penghuninya, menciptakan pepohonannya dan semua yang diperlukan di bumi pada hari Selasa dan Rabu. Hal inilah yang dijelaskan di dalam firman-Nya:
{قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ * وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا}
Katakanlah, "Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam." Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya. (Fushshilat: 9-10)
Kemudian dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa Allah menumbuhkan pepohonannya, yaitu melalui firman-Nya:  Dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya. (Fushshilat: 10) Lalu dalam firman selanjutnya disebutkan: dalam empat masa, sebagai jawaban bagi orang-orang yang bertanya. (Fushshilat: 10) Dalam ayat selanjutnya disebutkan pula: Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih merupakan asap. (Fushshilat 11)
Asap itu merupakan uap dari air tadi, kemudian asap dijadikan langit tujuh lapis dalam dua hari, yaitu hari Kamis dan Jumat. Sesungguhnya hari Jumat dinamakan demikian karena pada hari itu diciptakan langit dan bumi secara bersamaan. Allah Swt. berfirman: Dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit urusannya. (Fushshilat 12) Artinya, Allah menciptakan makhluk tersendiri bagi tiap-tiap langit, terdiri atas para malaikat dan semua makhluk yang ada padanya, seperti laut, gunung, embun, serta lain-lainnya yang tidak diketahui. Selanjutnya Allah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang yang Dia ciptakan sebagai hiasan dan penjaga yang memelihara langit dari setan-setan.
Setelah Allah menyelesaikan penciptaan apa yang Dia sukai, lalu Dia menuju 'Arasy, sebagaimana dijelaskan di dalam firman-Nya:
{خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ}
Dia menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia beristiwa di atas 'Arasy. (Al-Hadid: 4)
Dan Allah Swt. telah berfirman:
{كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا}
Dahulu langit dan bumi keduanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya: 30)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Abu Ma'syar, dari Sa'id ibnu Abu Sa'id, dari Abdullah ibnu Salam yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah memulai penciptaan makhluk-Nya pada hari Ahad, menciptakan berlapis-lapis bumi pada hari Ahad dan hari Senin, menciptakan berbagai makanan dan gunung pada hari Selasa dan Rabu, lalu menciptakan langit pada hari Kamis dan Jumat. Hal itu selesai di akhir hari Jumat yang pada hari itu juga Allah menciptakan Adam dengan tergesa-gesa. Pada saat itulah kelak hari kiamat akan terjadi.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian. (Al-Baqarah: 29) Bahwa Allah menciptakan bumi sebelum menciptakan langit. Ketika Allah menciptakan bumi, maka keluarlah asap darinya. Yang demikian itulah pengertian yang dimaksud dalam firman-Nya: Dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. (Al-Baqarah: 29) Yang dimaksud ialah sebagian dari langit berada di atas sebagian lainnya. Dikatakan sab'u aradina artinya tujuh lapis bumi, yakni sebagian berada di bawah sebagian yang lain.
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa bumi diciptakan sebelum langit, sebagaimana yang dijelaskan di dalam surat As-Sajdah, yaitu:
{قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ * وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ * ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ اِئْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ * فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ}
Katakanlah, "Sesungguhnya patutkah kalian kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kalian adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam." Dan Dia menciptakan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit, dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa." Keduanya menjawab, "Kami datang dengan suka hati? Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. (Fushshilat: 9-12)
Ayat ini dan yang tadi menunjukkan bahwa bumi diciptakan sebelum langit. Menurut pengetahuanku, tiada seorang ulama pun yang memperselisihkan hal ini, kecuali apa yang dinukil oleh Ibnu Jarir dari Qatadah, diduga langit diciptakan sebelum bumi. Akan tetapi, dalam menanggapi masalah ini Al-Qurtubi hanya bersikap tawaqquf (tidak memberi komentar apa pun), yaitu ketika ia menafsirkan makna firman-Nya:
{أَأَنْتُمْ أَشَدُّ خَلْقًا أَمِ السَّمَاءُ بَنَاهَا * رَفَعَ سَمْكَهَا فَسَوَّاهَا * وَأَغْطَشَ لَيْلَهَا وَأَخْرَجَ ضُحَاهَا * وَالأرْضَ بَعْدَ ذَلِكَ دَحَاهَا * أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا وَمَرْعَاهَا}
Apakah kalian yang lebih sulit penciptaannya ataukah langit? Allah telah membinanya. Dia meninggikan bangunannya, lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya, Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi'at 27-32)
Mereka mengatakan bahwa penciptaan langit terjadi sebelum penciptaan bumi. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai masalah ini, lalu ia menjawab bahwa bumi diciptakan sebelum langit, dan sesungguhnya bumi baru dihamparkan hanya setelah penciptaan langit. Hal yang sama dikatakan pula bukan hanya oleh seorang ulama tafsir terdahulu dan sekarang.
Kami mencatat hal tersebut di dalam tafsir surat An-Nazi'at yang garis besarnya menyatakan bahwa penghamparan bumi yang terdapat di dalam firman-Nya: Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya, Ia memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (An-Nazi'at: 30-32) Artinya, semua yang terkandung di dalam bumi dikeluarkan secara paksa hingga menjadi kenyataan. Setelah Allah selesai dari penciptaan bumi dan langit, lalu Allah menghamparkan bumi dan mengeluarkan segala sesuatu yang tersimpan di dalamnya, yaitu air. Berkat air itu tumbuhlah berbagai macam tetumbuhan yang beraneka ragam jenis. bentuk. dan warnanya. Demikian pula tata surya, semuanya beredar, terdiri atas bintang-bintang yang tetap dan bintang-bintang yang beredar pada garis edarnya.
Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih mengetengahkan sebuah hadis sehubungan dengan tafsir ayat ini, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Nasai, juga diketengahkan oleh keduanya dalam Bab "Tafsir" melalui riwayat Ibnu Juraij. Ibnu Juraij mengatakan:
أَخْبَرَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ أُمَيَّةَ، عَنْ أَيُّوبَ بْنِ خَالِدٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ مَوْلَى أُمِّ سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِي فَقَالَ: "خَلَقَ اللَّهُ التُّرْبَةَ يَوْمَ السَّبْتِ، وَخَلْقَ الْجِبَالَ فِيهَا يَوْمَ الْأَحَدِ، وَخَلْقَ الشَّجَرَ فِيهَا يَوْمَ الِاثْنَيْنِ، وَخَلَقَ الْمَكْرُوهَ يَوْمَ الثُّلَاثَاءِ، وَخَلَقَ النُّورَ يَوْمَ الْأَرْبِعَاءِ، وَبَثَّ فِيهَا الدَّوَابَّ يَوْمَ الْخَمِيسِ، وَخَلَقَ آدَمَ بَعْدَ الْعَصْرِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ آخِرِ سَاعَةٍ مِنْ سَاعَاتِ الْجُمُعَةِ، فِيمَا بَيْنَ الْعَصْرِ إِلَى اللَّيْلِ"
telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Umayyah, dari Ayyub ibnu Khalid, dari Abdullah ibnu Rafi' maula Ummu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. memegang tanganku, lalu beliau bersabda: Allah menciptakan bumi pada hari Sabtu, menciptakan gunung-gunung yang ada padanya pada hari Ahad, menciptakan pepohonan yang ada padanya pada hari Senin, menciptakan hal yang tidak disukai pada hari Selasa, menciptakan nur pada hari Rabu, mengembangbiakkan (menciptakan) binatang-binatang yang ada di bumi pada hari Kamis, dan menciptakan Adam sesudah Asar pada hari Jumat, yaitu di saat-saat terakhir hari Jumat antara Asar sampai malam hari.
Hadis ini termasuk salah satu hadis garib dalam Sahih Muslim. Banyak komentar mengenai hadis ini, antara lain ialah dari Ali ibnul Madini dan Imam Bukhari serta sejumlah kalangan ahli huffaz hadis. Mereka menganggap hadis ini merupakan perkataan Ka'b, dan sesungguhnya Abu Hurairah hanya mendengamya dari kata-kata Ka'b Al-Ahbar. Hadis ini menjadi samar di kalangan sebagian para perawi hingga membuat mereka menganggapnya sebagai hadis yang marfu'. Demikian keterangan yang dikemukakan oleh Imam Baihaqi.
x

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 28.

0 Comments
x

Surah Al-Baqarah - سورة البقرة

[2:28] - Ini adalah sebahagian dari keseluruhan surah. [Papar keseluruhan surah]


2_28
Bagaimana kamu tergamak kufur (mengingkari) Allah padahal kamu dahulunya mati (belum lahir), kemudian Ia menghidupkan kamu; setelah itu Ia mematikan kamu, kemudian Ia menghidupkan kamu pula (pada hari akhirat); akhirnya kamu dikembalikan kepadaNya (untuk diberi balasan bagi segala yang kamu kerjakan).
(Al-Baqarah 2:28) | <Embed> | English Translation | Tambah Nota Bookmark | Muka Surat 5 - ٥

x
Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 28. 
x
Al-Baqarah ayat 28


{كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (28) }
Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.
Allah Swt. berfirman membuktikan keberadaan dan kekuasaan-Nya, Dialah Yang Maha Pencipta dan Yang Mengatur hamba-hamba-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman, "Kaifa takfuruna billahi" artinya 'mengapa kalian mengingkari keberadaan Allah, atau mengapa kalian menyembah selain-Nya bersama Dia'. Kemudian disebutkan pula, "Wakuntum amwalan fa-ahyakum" artinya 'padahal kalian tadinya tidak ada, lalu Allah menciptakan kalian ke alam wujud'. Makna ayat ini sama dengan yang terkandung di dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
{أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ * أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ بَل لَا يُوقِنُونَ}
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu! Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (Ath-Thur: 35-36)
{هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا}
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut (Al-Insan: 1)
ayat-ayat lainnya yang menceritakan hal ini masih banyak.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. mengenai firman-Nya:
{قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ}
Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami" (Al-Mu’min: 11)
Disebutkannya bahwa makna ayat inilah yang dimaksudkan di dalam surat Al-Baqarah berikut ini:
{وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ}
padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali. (Al-Baqarah: 28)
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata, dari Ibnu Abbas, bahwa kalian tadinya mati dalam tulang sulbi ayah-ayah kalian; saat itu kalian bukan merupakan sesuatu pun sebelum Allah menciptakan kalian. Setelah Allah menciptakan kalian, lalu Dia mematikan kalian sebagai suatu kepastian atas diri kalian. Kemudian Allah menghidupkan kalian dalam hari berbangkit, yaitu di saat Dia menghidupkan kalian di hari kiamat. Disebutkan bahwa makna ayat ini sama dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya: Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula). (Al-Mu’min: 11)
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula). (Al-Mu’min: 11)
Disebutkan bahwa kalian pada asalnya berupa tanah sebelum Allah menciptakan kalian, hal ini dinilai sebagai suatu kematian. Lalu Dia menciptakan kalian, maka hal ini dinilai sebagai suatu kehidupan. Sesudah itu Allah mematikan kalian dan kalian dikembalikan ke kuburan, hal ini dinilai sebagai kematian yang lain. Kemudian Allah menghidupkan kalian di hari kiamat, hal ini dinilai sebagai suatu kehidupan yang lain. Dua kali mati dan dua kali hidup inilah yang dimaksudkan di dalam firman-Nya: Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali. (Al-Baqarah: 28)
Hal yang sama telah diriwayatkan pula dari As-Saddi berikut sanad-nya melalui Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat. Riwayat ini diketengahkan pula dari Abul Aliyah, Al-Hasan, Mujahid, Qatadah Abu Saleh, Ad-Dahhak, dan Ata Al-Khurrasani.
As-Sauri mengatakan dari As-Saddi, dari Abu Saleh sehubungan dengan makna firman-Nya: Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian di-kembalikan (Al-Baqarah: 28) Disebutkan bahwa Allah menghidupkan kalian di alam kubur, kemudian mematikan kalian.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam yang mengatakan bahwa Allah menciptakan mereka di dalam sulbi Adam, kemudian membuat perjanjian terhadap mereka, lalu Allah mematikan mereka, kemudian menghidupkan mereka di dalam rahim-rahim. Setelah itu Allah mematikan mereka dan menghidupkan mereka kembali di hari kiamat. Pengertian ini sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Mereka menjawab, "Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula)." (Al-Mu’min: 11)
Riwayat ini —juga riwayat sebelumnya— berpredikat garib. Pendapat yang benar ialah dari Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas, golongan tersebut terdiri atas kalangan tabi'in. Mereka mengatakan bahwa makna ayat ini sama dengan firman-Nya:
{قُلِ اللَّهُ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يَجْمَعُكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ}
Katakanlah, "Allah-lah yang menghidupkan kalian, kemudian mematikan kalian, setelah itu mengumpulkan kalian pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. (Al-Jatsiyah: 26)
Sama pula dengan firman Allah Swt. mengenai berhala-berhala, yaitu:
{أَمْوَاتٌ غَيْرُ أَحْيَاءٍ}
(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup; dan berhala-berhala itu tidak mengetahui. (An-Nahl: 21)
Allah Swt. berfirman dalam ayat lainnya:
{وَآيَةٌ لَهُمُ الأرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ}
Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka darinya mereka makan. (Yasin: 33)

x
 
back to top